Jakarta | Jurnalsembilan.com – 1 Juli 2025 – Ketua Badan Persaudaraan Antar Iman (BERANI) DKI Jakarta menyampaikan penyesalan mendalam atas insiden pembubaran paksa dan perusakan retret pelajar Kristen di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat (27/6). Ia juga mengapresiasi langkah cepat, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut .
Penyesalan atas Trauma yang Dialami Pelajar
Dalam pernyataannya, Ketua BERANI DKI menegaskan bahwa peristiwa ini tidak hanya melukai korban secara fisik dan materiil, tetapi juga meninggalkan trauma psikologis, terutama bagi anak-anak yang menjadi peserta retret.
“Kami sangat menyesalkan tindakan intoleransi yang terjadi di Cidahu. Bagaimana mungkin anak-anak yang sedang belajar nilai-nilai spiritual justru menjadi korban kekerasan? Ini bertentangan dengan semangat kebhinekaan yang seharusnya dijunjung tinggi di Indonesia,” ujarnya.
Ia juga menyoroti laporan bahwa peserta retret- yang sebagian besar berusia 10-14 tahun—dipaksa keluar di tengah aksi pengrusakan, bahkan menghadapi lemparan batu dan ancaman fisik .
“Apresiasi atas Respons Cepat Polri
Ketua BERANI DKI memberikan apresiasi tinggi kepada Kapolda Jawa Barat Irjen Rudi Setiawan dan jajarannya yang telah menetapkan tujuh tersangka hanya dalam hitungan hari setelah kejadian. Langkah ini dinilai sebagai bentuk komitmen Polri dalam menegakkan hukum dan melindungi kebebasan beragama .
“Kami berterima kasih kepada Polri yang bertindak tegas. Penetapan tersangka ini membuktikan bahwa negara hadir untuk melindungi semua warga, tanpa terkecuali,” tegasnya.
Kritik terhadap Implementasi Toleransi yang Belum Merata
Meski mengapresiasi penegakan hukum, Ketua BERANI DKI menyayangkan fakta bahwa nilai-nilai toleransi dan kerukunan yang sering digaungkan oleh pemimpin, termasuk Gubernur Jawa Barat, belum sepenuhnya terinternalisasi di tingkat akar rumput.
“Kita sering mendengar pidato tentang kebhinekaan dan persatuan, tetapi realitanya, masih ada masyarakat yang merasa berhak membubarkan kegiatan keagamaan orang lain. Ini menunjukkan bahwa toleransi belum benar-benar hidup dalam praktik sehari-hari,” ujarnya .
Ia menambahkan, insiden di Cidahu adalah “alarm darurat” bahwa pendidikan multikultural dan sosialisasi tentang hak konstitusional warga negara seperti kebebasan beribadah masih harus ditingkatkan, terutama di daerah pedesaan .
Seruan untuk Kolaborasi Antarumat Beragama
Sebagai organisasi yang fokus pada dialog antaragama, BERANI DKI mendorong pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan untuk lebih aktif membangun komunikasi lintas iman guna mencegah konflik serupa di masa depan.
“Kami mengajak semua pihak, termasuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk memperkuat sosialisasi tentang hidup berdampingan secara damai. Tidak boleh lagi ada kekerasan yang mengatasnamakan agama atau kebenaran sepihak, tegasnya .
Dukungan untuk Pemulihan KorbanB ERANI DKI juga mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan pendampingan psikologis bagi korban, khususnya anak-anak yang mengalami trauma .
Kami mendukung upaya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memberikan bantuan perbaikan rumah senilai Rp100 juta. Namun, pemulihan mental korban juga harus menjadi prioritas, tambahnya .
“Toleransi Harus Jadi Praktik Nyata
Ketua BERANI DKI menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang besar jika masih ada warga yang merasa terancam hanya karena menjalankan ibadahnya.
“Kami berharap insiden ini menjadi refleksi bersama. Toleransi bukan sekadar slogan, tapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata, dari tingkat tertinggi hingga lapisan masyarakat paling bawah,”pungkasnya.
#TolakIntoleransi
#KebhinekaanIndonesia
#BERANIDKIUntukPersaudaraan