Jurnalsembilan.com.Jakarta – Mantan Sekda NTB, Rosiady Husaeni Sayuti divonis 8 tahun penjara dalam kasus korupsi NTB Convention Center (NCC). Selain vonis penjara, Majelis Hakim juga menghukum bekas Kepala Dikpora Provinsi NTB tersebut dengan membayar denda Rp400 subsider 5 bulan.
Hakim menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas vonis tersebut, Terdakwa kini tengah mengajukan permohonan rehabilitasi sebagai bentuk pemulihan harkat, martabat, dan kedudukan hukum, sehubungan dengan putusan majelis hakim dalam perkara kasus NTB Convention Center dengan nomor putusan : 19/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mtr.
Menanggapi Putusan Majelis Hakim dan permohonan Terdakwa untuk mendapatkan rehabilitasi, anggota Dewan Kepakaran KAHMI Nasional yang juga mantan pejabat Kemendagri, Dr. Risman Pasaribu menilai bahwa melihat fakta-fakta persidangan dan pertimbangan hukum yang disampaikan Rosiady, sebaiknya Majelis Hakim mengkaji ulang putusan tersebut dan Permohonan Terdakwa mendapat perhatian dari Presiden Prabowo Subianto.
“Saya mendorong bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian terhadap kasus yang menimpa Rosiady dengan mempertimbangkan secara objektif fakta persidangan yang diungkapkan oleh Terdakwa,” ujar Dr. Risman Pasaribu yang juga sebagai Ketua Umum Forum Kepakaran Indonesia kepada wartawan, Minggu (30/11/2025), di Jakarta.
Dalam Permohonan Rehabilitasi, Rosiady mengajukan sejumlah fakta persidangan dan pertimbangan hukum. Rosiady menegaskan bahwa tidak ada sepeserpun uang negara yang dipergunakan dalam kasus pembangunan NTB Convention Center yang menjadi objek dakwaan. Ia juga mengaku tidak ada satu jengkal pun tanah atau aset negara yang telah berpindah tangan ke penguasaan dari pemerintah ke PT Lombok Plaza. HPL atas nama Pemda Provinsi NTB nomor 1 tahun 2014 masih atas nama Pemprov NTB, belum berubah menjadi HGB atas nama. Selain itu, tidak ada aliran dana Rp1 pun yang terbukti dapat memperkaya diri sendiri yang mengalir kepada terdakwa. (**)



















