Oleh : Dr. Yuyun Pirngadi (Waketum Front Kebangsaan)
Dalam asumsi teori Kultivasi dinyatakan “semakin banyak orang menghabiskan waktu hidup dalam televisi, semakin cenderung mereka mempercayai bahwa realitas sosial kongruen dengan realitas televisi” ( Riddle, 2010). Ada empat tahap proses yang ingin disampaikan, pertama, pesan, kedua, apa yang ditanyatakan oleh penonton terhadap realitas sosial, Ketiga, survey audiens, keampat, membandingkan realitas sosial antara heavy viewers dan normal viewers.
Pesona Demokrasi dan Variabel Effect
Di Indonesia, masyarakat percaya bahwa pasangan calon (capres-cawapres) adalah tokoh yang diunggulkan. Ketika diusulkan, mereka menjadi satu kesatuan yang utuh untuk tidak dikatakan dwi tunggal. Paslon diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dalam pilpres, maka keduanya berada dalam oase kepemimpinan nasional.
Paslon merupakan representasi kepentingan politik nasional yang harus mampu membaca dan menerjemahkan secara komprehensif-integral pergerakan dinamika perubahan nasional dan global. Terlebih, membaca political landscape secara geografis, ruang hidup halaman depan dan belakang NKRI merupakan keniscayaan. Apalagi, masyarakat pemilih di negeri nyiur melambai ini sarat varian dalam strata sosial ekonomi, Pendidikan dan populasi yang besar.
Dalam relasi ini, penulis menawarkan sedikitnya tiga variabel pendekatan. Pertama, variabel Parpol effect, kedua, variabel ketokohan paslon effect, ketiga, variabel peran relawan effect. Ketiga variabel di atas merupakan syarat minimum yang harus dipenuhi dalam kajian kontestasi politik jelang Pilpres maupun pilkada. Artinya, pesta demokrasi 2024 sebagai ajang pencarian presiden dan wakil presiden adalah refleksi kedaulatan rakyat yang menempatkan hak-hak rakyat pada pilihan.
Perbedaan pasangan calon dan pilihan harus diinsyafi sebagai khasanah. Ketika kita menerima konsep demokrasi, kita pun terikat dan harus bisa menerima cacat tubuh bawaan demokrasi sejak lahir. Kelebihan dan kekurangan narasi, bahkan kekuatan dan kelemahan konseptual demokrasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari teks-teks pilihan kita sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahan pasangan calon. Dari sini, kita memerlukan beberapa variabel. Misalnya, variabel parpol effect berperan penting dalam menentukan arah kemenangan paslon. Parpol hendaknya mampu menggagregasi dan mengaktualisasi aspirasi masyarakat. Upaya ini perlu dilakukan jika parpol ingin meraup suara pemilih secara segmentasi.
Kader-kader parpol pun harus berperan aktif menjadi duta parpol untuk menangkap politicalwill konstituen, tingkat sosial-ekonomi maupun faktor gender dan usia. Faktor terakhir ini menjadi rebutan di mana varian segmentasi begitu menggiurkan dimata parpol. Sebut saja, Gen Z yang secara kuantitatif jumlahnya relatif besar sekitar 74,93 juta jiwa dan Milineal 69,38 juta jiwa (BPS, 2023) Untuk merebut segmentasi di atas, diperlukan kiat-kiat jitu untuk menyentuhnya. Kecerdasan gagasan biasanya datang dari peran Relawan Effect.
Relawan dari masing-masing paslon berupaya menjaring pemilih Gen Z dan Milineal dengan caranya sendiri. Misalnya, Relawan Ganjar Pranowo, mepersonifikasikan dalam Role Model. Bentuk kegiatan berupa Pertandingan Futsal yang sangat diminati Gen Z, bahkan meningkatkan kreasi dan business knowledge yang berbasis infrastruktur teknologi digital. Ini pun sangat gebyar digandrungi Millenial.
Tak berlebihan, jika Relawan Effect dapat dikatakan sebuah arus besar kekuatan politik baru yang muncul dalam relasi pemilu serentak. Belakangan direspon positif oleh elit-elit politik PDI Perjuangan bahwa hadirnya relawan tak bisa dinafikkan dan dilihat sebelah mata, kendatipun regulasinya belum ada.
Oasis Jawa Timur
Berdasarkan asumsi teori kultivasi dan realitas sosial bahwa pendamping Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto berasal dari elit-elit Jawa timur dan sekitarnya. Anies Baswedan telah lebih dahulu mendeklarasikan cawapresnya Cak Imin yang juga berasal dari Jawa Timur. Jadi, Pilpres 2024 ini, menurut asumsi teori kultivasi secara kebetulan baik Ganjar, Prabowo dan Anies menyunting orang-orang dari wilayah Jawa Timur dan sekitarnya untuk menjadi cawapres. Ini realitas dan faktor kebetulan, mengapa orang-orang Jawa Timur yang terpilih? Faktor kebetulan menyimpan beberapa pertimbangan strategis yakni, perolehan suara parpol di Jawa Timur, ada pula dukungan parpol (the big five) yang merata diberbagai provinsi dan hari ini Oasis Jawa Timur menjadi Toko serba ada yang dilirik elit parpol dan capres masing-masing. Jika kultivasi Media Sosial menjadi rujukan, maka masyarakat percaya bahwa realitas sosial menjawab serba-serbi capres.
Dalam era digital ini, teknologi media sosial (medsos) tumbuh dan berkembang sangat fantastis. Sebut saja, Smartphone atau telepon genggam yang cerdas. Pengguna Ponsel di dunia 2023 telah mencapai 7,33 miliar orang. Sedangkan, di Indonesia mencapai 73 juta orang. Bahkan, di Indonesia tahun 2027 akan membengkak menjadi 115 juta pengguna. Menurut Worldometers, Indonesia berada diurutan ke enam dunia pengguna terbanyak ponsel setelah Brasil dan Jepang.
Siapa saja pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan berkompetisi dalam pemilihan presiden tahun 2024
PDI Perjuangan akan menyandingkan Ganjar Pranowo dengan pilihan elit-elit Jawa Timur seperti, Mahfud MD/Andika Perkasa/Khofifah Indar parawansa. Begitu pula, Prabowo Subianto akan menggandeng airlangga Hartarto. Konstruksi dan strategi pilihan ini bukan tanpa maksud, proses tahapan pendalaman sosok figur yang memakan waktu cukup lama, ini harus dibaca bahwa Parpol menangkap aspirasi semua pihak.
Tak selesai disitu, Kontestasi pasangan calon dalam pemilu presiden di Indonesia menjadi bagian yang menarik pada pesta rakyat dan media sosial. Di era digital ini misalnya, melalui media sosial, paslon dalam sekejap dapat menyampaikan visi, misi dan programnya kepada publik. Ini berkat teknologi digital seperti smartphone yang dapat menembus ruang dan waktu begitu cepat.
Tak hanya menembus batas, ia pun tak terhalang oleh regulasi atau tatanan nilai budaya lokal. Fenomena itu merupakan manifestasi di mana nilai domestikasi versus universalitas saling mendekonstruksi untuk saling menggeser dan menggerus. Superior universalitas akan bercokol ketika mampu mencerabut akar budaya lokal yang miskin perubahan dan usang dimakan waktu.
Disinilah semangat demokrasi bergerak dinamis dan terjadi pergeseran konten smartphone yang oleh pemiliknya sering digunakan untuk hal-hal positif, bahkan negatif, sebagai contoh, memviralkan video hoax, fitnah dan yang terkait sejadah hingga haram jadah.
Beda di Amerika Serikat, Barak Obama ketika itu ia mencalonkan presiden. Tim sukses dan pendukungnya memilih cara yang konstruktif dan tidak melanggar regulasi. Apalagi, mereka tahu persis keterbatasan kandidat, yang nota bene berkulit hitam, dan beragama katolik. Sedangkan di negeri Paman Sam mayoritas berkulit putih dan beragama protestan. Tak cuma itu, AS dari sisi geografis terbentang luas 51 negara bagian. Jika kandidat hendak mengunjungi konstituen ia harus berkeliling dan butuh waktu lama dan biaya yang sangat besar untuk menyewa pesawat.
Apa yang terjadi, Tim sukses Barak Obama memaksimalkan media sosial menjadi realitas sosial. Artinya, Tim sukses mampu mengemas visi, misi dan program Barak Obama yang di launching media sosial. Walhasil dalam waktu relarif singkat respon publik pun didapat yang bisa dilihat dari comment, subcribe dan share kegiatan kampanye kandidat.
Yang menarik dari Media Sosial adalah Barak Obama bisa langsung terkoneksi dua muka berkata,” berkampanye di era digital via medsos, atau jaringan televisi untuk mendapatkan viewer 1000 orang dapat diperoleh dengan mudah dalam hitungan jam. Cara ini pun berbuah hasil dan Barak Obama dilantik menjadi presiden Amerika Serikat yang ke 44 selama dua periode.
Inilah yang diikuti Ganjar Pranowo sebelum terpilih menjadi Capres PDI Perjuangan. Bahkan, Ganjar bersama Tim Media berhasil mem-branding mempengaruhi masyarakat dan Lembaga survey yang membuat Ganjar Leading dan PDI Perjuangan tertarik untuk menjadikan Ganjar sebagai sosok Hattrick kemenangan PDIP 2024. Semoga…!!
Jakarta, 10 Oktober 2023