Jakarta, Para pengusaha spa massage di wilayah Jakarta, khususnya DKJ, mengeluhkan adanya tindakan oknum wartawan yang datang ke tempat usaha mereka dengan gaya berbicara menyerupai aparat penegak hukum ataupun pengacara. Para oknum tersebut diduga menakut-nakuti pengusaha spa massage dengan ancaman pemberitaan negatif, kemudian meminta bayaran tinggi agar berita tersebut dihapus atau tidak dipublikasikan. Para pelaku usaha menyebut tindakan ini sebagai bentuk pemerasan yang dibungkus kedok kontrol sosial.
Saat awak media melakukan wawancara pada 18 November 2025, Kwo, salah satu manajer spa massage di Jakarta, menjelaskan keresahan yang dialami para pelaku usaha.
“Kasihan usaha kami, selalu diganggu oknum wartawan. Kalau memang ada aktivitas kami yang dianggap melanggar, laporkan saja kepada pihak berwenang. Izin usaha kami lengkap. Kalau oknum wartawan menanyakan izin dan dokumen internal kami, tentu kami tolak, karena itu bukan ranah mereka. Wartawan itu cukup menjalankan fungsi kontrol sosial, bukan menjadi hakim di lapangan,” tegas Kwo.
Kwo menambahkan bahwa seluruh operasional spa massage telah rutin berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata, Kepolisian, Satpol PP, serta stakeholder terkait lainnya.
Landasan Hukum Terkait Pelanggaran oleh Oknum Wartawan
Para pengusaha menilai tindakan intimidasi, ancaman berita, dan permintaan uang oleh oknum wartawan dapat masuk dalam unsur pidana, berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999
Pasal 7 ayat (2): Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8: Dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang menghambat tugas jurnalistik dapat dipidana.
Namun, wartawan yang menyalahgunakan profesinya untuk menekan atau memeras juga dianggap melanggar undang-undang dan kode etik.
2. Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers
Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2: Wartawan menempuh cara-cara yang profesional.
Pasal 3: Wartawan selalu menghormati hak privasi dan tidak menyalahgunakan profesinya.
Tindakan menakuti, meminta uang, atau memeras dengan dalih pemberitaan jelas merupakan pelanggaran berat Kode Etik Jurnalistik.
Landasan Hukum Pidana untuk Tindakan Pemerasan
Perbuatan oknum wartawan yang meminta uang dengan ancaman publikasi berita dapat dikenakan:
KUHP Pasal 368 – Pemerasan
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu…”
Ancaman pidana: maksimal 9 tahun penjara.
KUHP Pasal 369 – Pengancaman
“Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran, fitnah, atau membuka rahasia…”
Ancaman pidana: maksimal 4 tahun penjara.
KUHP Pasal 335 – Perbuatan Tidak Menyenangkan
Mengancam, memaksa, atau menekan orang lain.
Ancaman pidana: maksimal 1 tahun penjara.
Jika ancaman berupa penerbitan berita palsu atau sengaja menyesatkan, maka dapat ditambah dengan:
UU ITE Pasal 27 ayat (3) & Pasal 45
Andaikan ancaman dilakukan melalui platform digital.
Ancaman pidana: 4 tahun penjara + denda hingga Rp 750 juta.
Imbauan untuk Aparat dan Dewan Pers
Para pelaku usaha spa massage meminta aparat penegak hukum, Dewan Pers, serta stakeholder terkait untuk melakukan penertiban terhadap oknum-oknum yang merusak nama baik profesi jurnalistik.
“Semoga para insan pers dapat mengerti landasan hukum ini. Kasihan para wartawan atau jurnalis yang tidak tahu apa-apa ikut terseret dan membuat institusinya menjadi jelek hanya karena ulah segelintir oknum wartawan,” tutup Kwo.
(red/tim)




















