Jurnalsembilan.com | Jakarta – Dalam momentum peringatan 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (LBH-K-SARBUMUSI), Dr. Muhtar Sa’id, S.H., M.H., menyampaikan pesan kritis terkait kondisi buruh di tanah air yang masih jauh dari cita-cita kemerdekaan(18/8/2025)
Melalui puisi berjudul “Merdeka yang Terpisah”, Dr. Muhtar menyoroti adanya ironi di balik perayaan kemerdekaan. Buruh, PJLP, dan pekerja outsourcing disebut masih terjerat dalam lingkaran ketidakadilan.
Kau teriak Merdeka di tengah pesta,
Sementara kami gigit keringat yang mengering.
Delapan puluh tahun angin berbisik,
Tapi upah kami masih terpasung di derita,” tulisnya dalam bait puisi.
Menurut Dr. Muhtar, meskipun Indonesia telah 80 tahun merdeka, kenyataannya sebagian besar buruh belum menikmati kemerdekaan yang sejati. Upah murah, kontrak kerja tidak adil, hingga lemahnya perlindungan sosial masih membelenggu kesejahteraan pekerja.
Di usia 80 tahun kemerdekaan, justru ironi pahit yang kita hadapi: buruh, PJLP, dan pekerja outsourcing masih terjerat dalam lingkaran ketidakadilan. Upah murah, hak yang dipotong, dan perlindungan yang rapuh adalah bukti bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya menyentuh mereka yang menggerakkan roda negeri ini,” tegasnya.
LBH-K-SARBUMUSI menyerukan kepada negara untuk hadir secara nyata dalam melindungi kaum buruh. Dr. Muhtar menegaskan tiga poin utama tuntutan:
1. Menghapus sistem outsourcing yang dinilai memperbudak pekerja.
2. Menghentikan praktik upah murah yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial.
3. Memberikan jaminan sosial dan perlindungan hukum yang layak bagi seluruh pekerja.
Kemerdekaan sejati harus dirasakan oleh semua, bukan hanya segelintir elite. Buruh Indonesia bukan pecundang—kami pejuang yang akan terus bersuara hingga ‘Merdeka’ benar-benar hidup dalam denyut nadi setiap pekerja,” tutup Dr. Muhtar.
(red/JP)