JURNALSEMBILAN.ID, JAKARTA –
Persoalan lahan, bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan oleh siapapun, apalagi jika kemudian melibatkan masyarakat dan Negara.
Hal ini telah dialami oleh ratusan warga ex Kec. Koja dan Cilincing, ketika berurusan dengan rumah dan lahan mereka yang dipergunakan oleh PT. PELINDO sejak tahun 1994.
H. Rahmat Sukarman (68), yang ditemui oleh awak media di kediamannya, di Rusunawa Marunda, yang juga menjadi warga ex. Kec. Koja Jakarta Utara sangat mengeluhkan penanganan sengketa lahan warga, yang telah berjalan puluhan tahun, namun tak kunjung usai. Sabtu, 1 Juli 2023.
“Sudah sangat lama, kami memperjuangkan lahan seluas 97 ha, yang dipergunakan oleh PT. PELINDO sejak tahun 1994. Berganti kepemimpinan BPN, Pelindo, Walikota Jakarta Utara, Gubernur dan bahkan Presiden, tidak juga membuahkan hasil dalam persoalan ini” ungkap H. Rahmat kepada awak media.
“Beberapa hari ke depan, kami dipanggil menghadap oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk memaparkan berbagai data yang kami miliki, begitupun dengan PELINDO dan BUMN, hal ini pun terjadi akibat salah satu warga yang terdampak hal yang sama, getol menyambangi instansi terkait, untuk mempersiapkan hal ini, beliau ada Bapak Bermansyah,” lanjutnya.
H. Rahmat Sukarman memperlihatkan seluruh dokumen yang dimilikinya kepada awak media, mulai dari PETA tahun 1994, dokumen-dokumen yang memperlihatkan aktivitas warga untuk menuntut haknya, termasuk memo dari Kementerian BUMN kepada Deputi Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata, tertanggal 23 Agustus 2005, tentang Ganti Rugi Warga Koja Utara, yang memberikan Kesimpulan Bahwa pihak Direktur Utama dan Direksi PT. Pelindo telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, dan merekomendasikan Direktur PT Pelindo II bertindak adil dan tidak diskriminatif dalam membayar ganti rugi kepada Warga Koja Utara dan segera memberikan ganti rugi Rp. 1.250.000./Meter. Akan tetapi PT. Pelindo 2 mengabaikan nya.
“Paling tidak dari 97 Ha tersebut, melibatkan 13 RW, 6.634 KK, yang kesemuanya menjadi korban perampasan hak atas lahan tersebut, yang hingga hari ini, tidak kunjung terselesaikan oleh Pemerintah” tuturnya.