banner 970x250
BERITA  

Mengupas Hak Waris Anak Angkat dalam Sistem Hukum Indonesia

Avatar photo
Mengupas Hak Waris Anak Angkat dalam Sistem Hukum Indonesia
banner 120x600
banner 468x60

Jakarta, Isu mengenai hak waris anak angkat kembali menjadi perhatian publik seiring meningkatnya jumlah keluarga yang melakukan pengangkatan anak di Indonesia. Meski banyak yang menganggap kedudukan anak angkat sama seperti anak kandung, kenyataannya hukum di Indonesia mengatur hak waris anak angkat secara berbeda tergantung sistem hukum yang digunakan: hukum perdata, hukum adat, dan hukum Islam.

Dalam pemaparannya, Mohammad Aryareksa Gumilang, S.H., M.H., dari Kantor Hukum Gumiran menjelaskan bahwa pemahaman masyarakat terhadap hukum waris anak angkat masih minim, sehingga tidak jarang memicu sengketa keluarga.

banner 468x60

Anak Angkat Tidak Otomatis Menjadi Ahli Waris dalam Hukum Perdata

Dalam sistem hukum perdata (KUH Perdata), anak angkat tidak termasuk ahli waris sah. Pasal 832 KUH Perdata menegaskan ahli waris hanyalah keluarga sedarah serta suami/istri yang hidup terlama.

Namun orang tua angkat tetap dapat memberikan harta kepada anak angkat melalui hibah atau wasiat, sepanjang tidak melanggar ketentuan legitime portie atau bagian mutlak ahli waris sah.

“Putusan penetapan anak angkat memang mengalihkan hubungan keperdataan dari orang tua kandung ke orang tua angkat, tetapi tidak serta merta menjadikan anak angkat sebagai ahli waris otomatis dalam KUH Perdata,” ujar Aryareksa.

Hukum Adat Memberi Ruang Lebih Besar untuk Anak Angkat

Berbeda dengan hukum perdata, banyak sistem hukum adat yang mengakui hak waris anak angkat secara penuh. Di sejumlah daerah, anak angkat bahkan dapat diposisikan setara dengan anak kandung, terutama jika pengangkatannya bertujuan meneruskan keturunan atau menjaga harta keluarga.

“Ketentuan ini sangat bergantung pada adat di tiap wilayah. Ada adat yang memberikan hak penuh, ada pula yang membatasinya,” jelas Aryareksa.

Dalam Hukum Islam, Anak Angkat Tidak Mewarisi Secara Nasab

Hukum Islam membedakan jelas antara anak kandung dan anak angkat karena tidak adanya hubungan nasab. Akibatnya, anak angkat tidak berhak menerima warisan otomatis.

Meski demikian, Islam tetap menyediakan mekanisme pemberian harta kepada anak angkat melalui hibah, sedekah, atau wasiat dengan batas maksimal sepertiga harta kecuali disetujui ahli waris lainnya.

Pentingnya Perencanaan Warisan yang Matang

Melihat perbedaan antar sistem hukum tersebut, Aryareksa menegaskan pentingnya perencanaan warisan bagi keluarga yang memiliki anak angkat.

“Pengetahuan yang tepat mengenai hak anak angkat akan mencegah sengketa di kemudian hari. Orang tua angkat perlu memastikan keinginan mereka dituangkan jelas melalui hibah atau wasiat agar tidak menimbulkan perselisihan,” tutupnya.

Oleh: Mohammad Aryareksa Gumilang, S.H., M.H. Pengacara – Kantor Hukum Gumiran

CATATAN REDAKSI

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jurnalsembilanofficial@gmail.com.
Terima kasih.

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!