Jurnalsembilan.com | Jakarta, 13 Agustus 2025 – Lembaga Bantuan Hukum Serikat Buruh Muslim Indonesia (LBH K-SARBUMUSI) mendesak pemerintah agar memasukkan larangan tegas terhadap praktik penahanan ijazah dan dokumen pribadi pekerja ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan.
Koordinator Bidang Litigasi & Non-Litigasi LBH SARBUMUSI, Rosdiono Saka, S.E., S.H., M.H., CMED., CLL., menegaskan bahwa praktik tersebut telah berlangsung sejak era Orde Baru hingga kini di berbagai sektor ketenagakerjaan.
Tahun 1996–1997, ijazah saya dari SD hingga SMA, bahkan akta kelahiran, pernah ditahan. Sampai sekarang, pekerja masih mengalami hal serupa, termasuk penahanan BPKB,” ujar Saka dalam acara Konsolidasi Nasional Menyikapi Situasi Demokrasi di Gedung LBH–YLBHI, Jakarta, Rabu (13/8).
Ia menyebut, pemerintah harus serius melindungi pekerja dengan mencantumkan klausul larangan penahanan dokumen di dalam UU. Kalau pemerintah serius, klausul ini harus ada. Tidak boleh lagi dibiarkan berlarut,” tegasnya.
Saat ini, LBH SARBUMUSI menangani laporan pekerja yang menjadi korban penahanan ijazah dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak di salah satu divisi marketing terkait PT Wings, yang diduga dilakukan melalui vendor penyedia tenaga kerja.
Meski Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) No. M/5/HK.04.00/V/2025 yang melarang penahanan dokumen asli pekerja, aturan tersebut dinilai tidak efektif karena hanya bersifat himbauan tanpa sanksi hukum.
Himbauan tanpa kekuatan hukum membuat praktik ini terus berlangsung. Bahkan di tingkat mediasi tripartit, masih ada kecenderungan membiarkannya,” kata Saka.
LBH SARBUMUSI meminta RUU Ketenagakerjaan memuat larangan eksplisit penahanan dokumen asli pekerja, kewajiban pengembalian dokumen yang ditahan, dan sanksi tegas bagi pelanggar.
Jangan dari Orde Baru sampai reformasi masalahnya tetap sama. Butuh gebrakan untuk mengakhirinya,” tutup Saka.
Penulis: Tim Media LBH DPP K-SARBUMUSI & Tim LBH SARBUMUSI
(red/tim)