JURNALSEMBILAN.ID, JAKARTA –
Buntut dari beberapa kali kedatangan Pengacara Kondang DR. Eggy Sudjana, SH, M.Si bersama Kliennya Abdul Azis Karaeng Nompo (Daeng Azis) dan kawan-kawan, ke Komisi Yudisial (KY) untuk mempertanyakan Kinerja Hakim Mahkamah Agung (MA) yang memberi Keputusan yang tidak adil kepada mereka, membuat sejumlah Awak Media mendatangi Kediaman Daeng Azis di bilangan Kali Deres, Jakarta Barat, pada Minggu, 11 Juni 2023.
Dalam keterangannya, Daeng Azis secara tegas mempertanyakan Kinerja Hakim yang menangani kasus keluarganya A. Fajar Daud Nampo dan kawan-kawan melawan PT PLN (Persero) PLTU PUNAGAYA Jeneponto, Sulawesi Selatan, menyatakan Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jeneponto Nomor 18/Pdt.G/2020/PN Jnp telah memenangkan A. Fajar Daud Nompo sebagai Ahli Waris H. M. Daud Nompo dan pemilik sah dari warisannya. Berdasarkan hal tersebut pula, maka Pengadilan Negeri Jeneponto melalui Putusan Nomor 101/Pid.B/2020PN Jnp telah menjatuhkan hukuman 9 bulan masa tahanan kepada Srg dan Kwl yang melakukan penjualan tanah yang bukan milik mereka.
“Pada Pengadilan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Makassar, juga memenangkan A. Fajar Daud Nompo dan menguatkan putusan dari PN. Jeneponto, dengan putusan Nomor 103/PDT/2019/PT MKS, namun di tingkat ini, PT PLN (Persero) PLTU PUNAGAYA Jeneponto melawan A. Fajar Daud Nompo beserta Srg dan Kwl (yang pada sidang di PN Jeneponto, adalah lawan dari A. Fajar Daud Nompo), serta Pemerintah Desa Punagaya, Jeneponto dan BPN Kab. Jeneponto. Dari sini sudah terlihat bahwa Srg dan Kwl telah mengakui kesalahan yang dibatnya, dan memihak kepada A. Fajar Daud Nompo dan melawan PT PLN (Persero) PLTU PUNAGAYA Jeneponto” lanjutnya, sembari memperlihatkan seluruh berkas yang dimilikinya.
“Pada Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) inilah, persoalan menjadi rancu, pada Putusan No. 229 K/Pdt/2022, telah memenangkan PT PLN (Persero) PLTU PUNAGAYA Jeneponto dan mengabaikan seluruh fakta yang telah dimenangkan oleh Fajar Daud Nompo di tingkat Pengadilan Negeri Jenenponto dan Pengadilan Tinggi Makassar” lanjutnya lagi.
“Lebih dari itu, fakta munculnya nama baru dalam keputusan MA, Badorra, menjadi tanda tanya besar bagi kami, karena sepengatahuan kami, Badorra, adalah penjaga lahan tersebut, bukan pemilik, penjual ataupun pembeli serta tidak pernah melbatkan diri dalam persoalan ini, dimana Badorra telah meninggal dunia pada hari senin, tanggal 20 Januari 2020, dan sangat dikuatkan dengan Surat Kematian yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa Punagaya dengan nomor Surat : 808/DP/VI/2020, yang ditanda tangani langsung oleh Kepala Desa Punagaya, Andi Pangerang Mustamu, S.Sos.” ungkapnya.
“Berdasarkan hal ini, darimana Hakim Mahkamah Agung (MA) dapat mengambil data tentang persoalan lahan ini dari Badorra, jika yang bersangkutan sudah meninggal dunia, apakah hanya Asumsi atau bisikan di belakang telinga ?” tanya mantan penguasa Kalijodo tersebut.
“Munculnya nama Badorra dalam keputusan MA tersebut membuat keluarga Almarhum Badorra, dalam hal ini Maningara dan Parid Bin Pammu menghadap ke Notaris Endang Hermawan, S.H, M.Kn, membuat Pernyataan bahwa Almarhum Badorra semasa hidupnya tidak pernah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses jual beli tanah, yang diterbitkan dengan nomor Akta 06 tertanggal 16 November 2022,” tandas lelaki Makassar ini.